Pinjaman P2P, Gampang Dapatnya Tapi Perhatikan Risikonya

Pinjaman P2P, Gampang Dapatnya Tapi Perhatikan Risikonya

28 Maret 2022 0 By admin tabayyun
Spread the love

MEDAN, TABAYYUN.ID: Tak dipungkiri, dalam 4 sampai 5 tahun terakhir, layanan program fintech lending yang menerapkan konsep Peer to Peer (P2P) menjadi alternatif pendanaan masyarakat. Dengan syarat yang minim dan proses yang cepat, masyarakat sudah bisa mendapatkan pinjaman uang.

Tapi, bagaimana pun, segala hal yang prosesnya cepat dan mudah, pasti memiliki resiko. Begitu juga dengan layanan pinjaman P2P.

Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology, Tris Yulianta menjelaskan layanan P2P merupakan bagian dari inovasi fintech dan terus berkembang menjadi pinjaman online. Tapi, sayangnya, tidak sedikit muncul pinjaman online ilegal.

“Peer to Peer lending merupakan layanan pinjaman uang berbasis teknologi informasi yang tidak berjarak batas dan waktu. Selama ada jaringan internet, masyarakat bisa melalukan transaksi peer to peer,” jelas Tris Yulianta saat pelatihan wartawan media massa “Mengenal Fintech Lending Sebagai Alternatif Pendanaan Masyarakat” bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di JW Marriot Hotel, Medan, Senin (28/3/2022).

Setidaknya, Tris Yulianta menambahkan P2P lending memudahkan masyarakat yang tak bisa mendapatkan pinjaman dari bank karena tidak memenuhi syarat. Sebab, melalui P2P lending, masyarakat bisa mendapatkan pinjaman dengan syarat yang lebih ringan dari bank.

Atas dasar itulah, penyaluran kredit melalui fintech lending P2P ini cukup besar. Berdasarkan data OJK, total penyaluran kredit  102 perusahaan fintech lending di Indonesia sebanyak Rp 326,35 trilyun. Dengan, jumlah rekening penggunanya sebanyak 77,50 juta.

Di Provinsi Sumut sendiri, jumlah penyalurannya lebih dari Rp 7 trilyun, dengan jumlah peminjam 1,6 juta orang.

“Dengan adanya fintech lending ini menjadi alternatif pendanaan bagi masyarakat. Seperti, kalau dulu, para orangtua bingung mau menyekolahkan anaknya karena tidak ada uang. Sekarang, sudah ada fintech lending. Petani beli pupuk juga bisa meminjam lewat fintech lending,” jelasnya.

Namun, bagaimana pun, Tris Yulianta mengakui P2P lending memiliki risiko. Terlebih lagi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak menjamin dana dari pemberi pinjaman atau lender, risiko kredit pada pemberi dana, bunga besar dan lainnya.

Belum lagi risiko dari perusahaan pinjaman online ilegal. Hingga saat ini, pemerintah telah menutup 3.874 perusahaan pinjaman online ilegal.

“Makanya, kami dari OJK pun kerap mensosialisasikan bagaimana membedakan perusahaan pinjaman online legal dan ilegal,” paparnya.

Laporkan ke OJK Bila Ada Platform Minta Akses Diluar Camilan

OJK telah memudahkan masyarakat untuk membedakan antara platform pinjaman online legal dan ilegal.

Tris Yulianta menjelaskan OJK telah menetapkan platform perusahaan online legal hanya boleh mengakses Camilan atau camera, micropohone dan location. Bila ada platform perusahaan pinjaman online yang meminta untuk mengakses diluar Camilan itu, maka dapat dipastikan itu platform ilegal. Seperti, meminta untuk mengakses seluruh contact number di Ponsel peminjam dan lainnya.

“Bila menemukan platform seperti itu, maka laporkanlah segera ke OJK,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Kantor Regional V OJK Sumut, Yusup Ansori mengatakan tujuan pelatihan antara OJK dan PWI itu untuk meningkatkan pemahaman wartawan terhadap fintech landing. Lalu, mempublikasikannya, agar lebih banyak lagi masyarakat yang memahami fintech lending tersebut.

“Sehingga, akhirnya nanti tidak terjebak dengan pinjaman online ilegal yang nantinya bisa merugikan masyarakat,” paparnya.

Direktur Hubungan Masyarakat  OJK, Darmansyah mengharapkan, rekan media bisa mengetahui bagaimana proses izin fintech, manfaatnya dan risikonya. Tentunya, rekan media akan menyampaikan informasi dari hasil pelatihan ini ke masyarakat.

“Tentu ini akan menyebar. Sehingga literasi masyarakat akan meningkat terkait fintech ini. Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi kami dan kawan- kawan media bisa memahami apa yang dilakukan OJK,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Bidang IT PWI, Auri Jaya mengatakan program ini sangat menarik, karena di situasi sekarang ini, masyarakat perlu pemahaman yang lebih intens untuk tiap masalah. Apalagi, fintech ini merupakan mahluk baru, yang pemahamannya mungkin masih simpang siur antara fintech dan sejumlah platform yang terkait dengan keuangan.

Seperti, apakah pinjaman online, termasuk fintech atau bagaimana?. Karena Pinjol menjadi kasus yang sangat luar biasa belakangan ini.

“Informasi yang seperti ini lah yang perlu kita pahami dari ahlinya langsung. Acara ini jadi pilot project antara PWI dan OJK. Semoga acara ini berlangsung sukses,” papar Auri Jaya. (dik)