Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Penting Untuk Reformasi Pengelolaan Keuangan

Ranperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Penting Untuk Reformasi Pengelolaan Keuangan

4 Desember 2023 0 By admin tabayyun
Spread the love

Medan, Tabayyun.id : Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan, Mulia Asri Rambe (foto), mengatakan pajak dan retribusi daerah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dari sistem keuangan daerah

Oleh sebab itu pengajuan Ranperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah oleh Pemerintah Kota (Pemko) Medan adalah sesuatu yang urgen bagi reformasi bidang pengelolaan keuangan daerah. 

Hal ini dikatakan Bayek dalam pendapat fraksinya atas rancangan peraturan daerah (Ranperda) Kota Medan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dalam rapat paripurna DPRD Medan, Senin (4/12/2023).

Rapat dipimpin Ketua DPRD Medan Hasyim SE, didampingi Wakil Ketua Ihwan Ritonga, Rajudin Sagala dan Bahrumsyah. Hadir juga Walikota Medan Bobby Nasution, Wakil Walikota Aulia Rachman,, pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemko Medan, Camat se-Kota Medan dan undangan lainnya.

Sehubungan dengan hal ini tersebut, kata politisi yang akrab disapa Bayek itu, fraksinya  memberikan apresiasi dan ucapan terimakasih kepada Walikota Medan yang telah sungguh sungguh menyiapkan Ranperda ini secara sitematis dan terperinci.

“Mengingat penting dan strategisnya Ranperda ini bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), maka Fraksi Partai Golkar menyampaikan beberapa catatan sebagai bentuk saran dan pendapat,” kata Bayek.

Dengan diberlakukannya peraturan daerah ini, sebut Bayek, akan secara signifikan meningkatkan PAD terutama dengan masuknya potensi pajak baru seperti opsen PKB dan BBNKB dan akhirnya dipergunakan sepenuhnya bagi pemerataan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam menentukan tarif Pajak Bumi dan Bangunam (PBB) tahunan ataupun kenaikannya seyogianyalah dilakukan melalui perhitungan yang cermat dengan turun ke lapangan agar terhindar komplain dari masyarakat wajib pajak yang dapat berakibat penundaan pembayaran pajak.

“Secara khusus kami merasa perlu ada catatan, bahwa pada pasal 20 ayat (2) point a dirubah dan berbunyi menjadi : dengan peredaran usaha tidak melebihi Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) perbulan,“ ujar Bayek. (erwe)