Usai Demo, FSPMI Sampaikan Keluhan Ke DPRD Medan
21 November 2019Tabayyun.id –Medan: Usai melakukan aksi demo, perwakilan buruh yang tergabung Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mendatangi DPRD Medan, Kamis (21/11/2019).
Kedatangan mereka untuk menyampaikan keluhan terkait persoalan yang dihadapinya sekaligus meminta perlindungan atas beberapa kasus PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang dialami pengurus serikat mereka.
Kedatangan FSPMI diterima anggota DPRD Medan, Dedy Aksyari Nasution, di ruang Fraksi Gerindra di lantai 4.
Dalam kesempatan itu, Ketua FSPMI Kota Medan, Tony Rickson Silalahi, mengatakan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 oleh pemerintah sebenarnya cacat hukum.
“Banyak hak buruh yang dihilangkan dalam PP 78 itu. Ada 60 komponen hak buruh yang dihilangkan dalam PP 78 ini,” ujarnya.
Begitu juga dengan kenaikkan upah buruh yang diusulkan hanya 8,51 persen. Kenaikan itu tidak melalui survei dewan pengupahan.
“Padahal dulu, untuk kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) harus melalui survei Dewan Pengupahan,” ujarnya.
Sementara itu, kenaikan upah tidak sebanding dengan kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100 persen, rokok lebih 100 persen dan kabarnya listrik juga akan naik 100 persen.
“Bagaimana buruh bisa hidup dengan kenaikan upah yang sangat kecil itu?” ujarnya.
Setidaknya, menurut dia, pemerintah harus menaikkan upah buruh di angka 15 persen agar bisa mengimbangi kenaikan harga-harga sekarang ini.
Perwakilan buruh ini juga meminta agar pemerintah memikirkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh. “Sehingga dalam menetapkan upah buruh, ada pertimbangan dari pemerintah,” ujarnya.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ada 60 item komponen hak buruh yang dibuat dan kemudian bertambah menjadi 87 item.
“Saat ini pemerintah tidak memikirkan kesejahteraan buruh, sehingga kenaikan upah buruh hanya 8,51 persen,” sebutnya.
Untuk itu, FSPMI menuntut agar pemerintah mencabut kebijakan upah murah terkait PP No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan, menaikkan UMK Medan sebesar 15 persen, menolak kenaikan iuran BPJS, hapus sistem kerja perbudakan seperti outsourching, kontrak, harian lepas dan lainnya.
FSPMI juga meminta agar pemerintah memperkuat penegakan hukum perburuhan, menyelesaikan kasus-kasus ketenagakerjaan di Kota Medan, menangkap oknum pengusaha PT TMA dan PT ALS yang dinilai melakukan kejahatan tenaga kerja.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Medan, Dedy Aksyari Nasution, mengatakan sebenarnya di perusahaan ada batas minimal dan maksimal upah. Jadi tidak mungkin upah di luar batas yang sudah ditentukan.
“Sementara untuk mencabut PP 78, itu hanya bisa dilakukan di DPR RI. Untuk itu kita akan menampung aspirasi ini dan akan meneruskannya ke DPR RI,” ungkap Dedy.
Terkait BPJS, Dedy menegaskan dirinya sudah berulangkali menyuarakannya melalui media massa. “Namun karena Alat Kelengkapan Dewan (AKD) masih akan disahkan pekan depan, maka aspirasi buruh akan disampaikan kepada komisi yang bersangkutan,” pungkasnya. (erwe)
Teks foto: Anggota DPRD Medan, Dedy Aksyari Nasution, saat menerima keluhan buruh. (Ist)